18 November 2003

kotak pandora

"Aku merasa dekat denganmu, tapi selalu hanya merasa meraba bayang-bayangmu. Ada sesuatu dari dirimu yang tidak dapat aku masuki. Kamu seperti menyimpan sebuah kotak pandora dalam hatimu," begitu suatu hari sahabatku berkata kepadaku. Aku merasa dia seperti sedang mencoba masuk menelisiki hatiku.

Aku hanya tersenyum.
"Kamu bukan orang pertama yang berkata begitu," kataku.
"Aku tidak ingin menyangkal bahwa ada bagian dari diriku yang tidak pernah kuijinkan disentuh oleh orang lain. Sesuatu yang berat, pekat, sekaligus gersang. Aku kerap dibuat sulit bernapas karenanya."

"Aku sahabatmu, kenapa kamu tidak mencoba membaginya denganku?" dia bertanya.
"Apakah kamu yakin kamu bakal sanggup memanggul sebagian isi kotak pandoraku?"
"Aku kira aku sanggup. Bukankah akan menjadi lebih ringan jika sebuah beban ditanggung oleh dua orang?"
"Mungkin kamu sanggup, tapi aku tidak. Beban itu akan menjadi lebih berat ketika aku mulai membukanya dan mengeluarkan isinya."
"Bagaimana kamu bisa berkata begitu. Kamu belum mencobanya untuk berbagi denganku."
"Kamu pasti tidak akan membuktikan bahwa kamu akan mati kalau terjun dari lantai 46," aku menarik napas panjang. Ada sesuatu yang berat di dadaku yang ingin aku lepaskan.

Kamu sahabatku, kataku dalam hati, justru karena kamu sahabatku aku tidak bisa berbagi tentang isi kotak itu. Ada bagian-bagian yang perannya tidak bisa dimainkan oleh seorang sahabat. Pada setiap hal selalu ada garis demarkasi.

Aku teringat perkataan seorang Rabbi. "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan dinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu." Aku tidak mengatakan bagian ini padanya. Aku khawatir dia salah mengerti.

Kepekatan itu, dia semakin berat menggantung di langit-langit kamarku, seperti kelembaban yang menghambat tarikan napasku. Aku berusaha tidak mempersoalkan hal ini pada diriku sendiri. Aku menerimanya sebagai bagian dari hidupku, seperti seorang pengembara yang menerima langit sebagai atap rumahnya dan rumput sebagai alas tidurnya.

No comments: