11 March 2013

Kami Kehilangan Guardiola

Para pendukung El Barca di malam kekalahan.
Menyakitkan. Cuma satu kata itu yang mampu melukiskan kekalahan 3-1 Barcelona atas Real Madrid pada semifinal leg kedua Copa del Rey di Camp Nou, Selasa atau Rabu (27/2/2013) dini hari WIB. El Barca harus tersingkir, gagal meraih tiket final piala raja.

Sejak Selasa sore, Kota Barcelona terasa meriah. Tiba-tiba, entah dari mana, begitu banyak orang berkumpul di jalan-jalan. Sebelumnya, kota ini terasa sepi dan monoton. Musim dingin dan angin yang mengigit membuat orang malas keluar.


Tapi tidak pada sore tadi. Sekitar pukul 18.00, suara gemuruh tiba-tiba terdengar di sepanjang jalan Joan XXIII, sekitar 300 meter dari Camp Nou. Berpakaian hitam-hitam, barisan sekitar 100 orang dengan berbagai atribut FC Barcelona meneriakkan yel-yel dalam bahasa yang tidak saya pahami. Suaranya begitu bergemuruh dan kompak.
Sementara itu di sepanjang jalan menuju Camp Nou, ribuan orang berserakan sporadis. Kota ini seketika terasa gaduh. Bendera FC Barcelona beragam ukuran berkibar-kibar di tangan. Syal merah berlambang FC Barcelona adalah atribut lazim yang saya lihat dikenakan oleh para cules atau pendukung Barcelona.

Tak semuanya orang Spanyol. Di pinggir jalan saya mendengar aneka logat bahasa sejumlah orang yang mengenakan syal FC Barcelona. Di depan Hotel Princesa Sofia, sekitar 300 meter dari Camp Nou, saya bertemu Bryan, warga negara Inggris yang khusus datang hanya untuk menyaksikan el clasico malam ini.

"Ini kali kelima saya menyaksikan el clasico. Pertandingan malam ini sangat penting, jadi saya harus menyaksikannya langsung," kata dia penuh semangat. Sebuah syal merah kirmizi membalut lehernya. Angin musim dingin malam ini membuat tubuh menggigil.

Bryan memuji syal saya yang mirip dengannya. "Great, you love the Barca," katanya antusias sambil menunjuk syal merah kirmizi yang melilit leher saya. Malam ini saya kurang beruntung. Saya hanya mengenakan syal El Barca, tapi tak bisa menyaksikan pertandingan karena urusan yang lain.

Menjelang tengah malam, ketika saya kembali berada di jalan, kegairahan yang saya rasakan pada sore tadi terasa sirna. Orang ramai di jalan, tapi tidak ada lagi aroma kegandrungan yang saya rasakan sore tadi. Tidak ada bendera berkibar-kibar. Semua orang yang saya temui di jalan menggulung bendera mereka dan dibawa dalam satu genggaman tangan. Tidak ada lagi suara gemuruh. Orang ramai dalam kesunyian diri mereka masing-masing. Di kandang sendiri, Barcelona harus terempas dari Copa Del Rey.

Raul, sopir taksi yang saya tumpangi malam itu, mengaku tidak gembira dengan hasil pertandingan. Dengan bahasa Inggris terpatah-patah, ia bicara panjang lebar tentang el clasico dan negeri Catalan. Kita mafhum, perseteruan El Barca dan Los Blancos bukan sekadar soal bola, melainkan soal perjuangan eksistensi sebuah bangsa. Ini cerita panjang soal bangsa Catalunya yang tunduk di bawah Raja Spanyol di masa lalu. Gairah melepaskan diri dari Spanyol tak pernah padam. Sampai sekarang, sentimen anti-Madrid seolah tak pernah mati. Orang-orang Catalunya masih suka bicara dengan nada subversif, "Catalunya bukan Spanyol...!"

Jujur, saya tak sepenuhnya paham apa yang dikatakan Raul. Satu hal yang terdengar jelas di telinga saya adalah ketika ia berkata, "Kami kehilangan Guardiola."

No comments: